Patikraja Guyub
PATIKRAJA GUYUB

Wadah Lan Srana Silaturahim Kanca/Sedulur Desa PATIKRAJA

...SUGENG RAWUH LAN SUGENG PINARAK KANCA-SEDULUR...

Sabtu, 08 Desember 2012

SEPUTAR PATIKRAJA JAMAN DULU

Semakin banyak pertumbuhan onderneming atau perkebunan dan industri serta perdagangan, ditambah lagi pekerjaan administrasi pada kantor-kantor pemerintah kolonial Belanda, maka sangat banyak membutuhkan tenaga yang memiliki kecakapan baca tulis dan hitung. Para sinyo (pemuda) bangsa Belanda jarang yang mau bekerja sebagai karyawan pabrik atau perkebunan. Juga untuk mengurus daerah tingkat desa juga harus dikelola mengenai data kependudukan dan aspek-aspek kehidupan lainnya, yang membutuhkan warga pribumi pula.

Sejalan dengan politik balas budi dalam bidang edukasi atau pendidikan. Maka pemerintah kolonial Belanda mulai mendirikan sekolah-sekolah. Semula mendirikan sekolah rakyat sampai kelas V, dimana di kelas IV dan V diajarkan bahasa Belanda. Di wilayah asistenan Patikraja SR V yang ada baru di Rawalo dan Notog saja. Muridnya baru dari kalangan anak-anak pamong desa dan para priyayi pribumi serta kerabat pamong desa yang mampu. Tamatan kelas V umumnya dipekerjakan atau menjadi pegawai Belanda di tingkat asistenan atau tingkat kabupaten, yang jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan tenaga kerja yang diharapkan. Untuk itulah pemerintah kolonial tfelanda membuka sekolah didesa-desa yang hanya sampai kelas III. Tamatan dari sekolah desa ini dijadikan pegawai desa sebagai carik, tukang ukur dan mandor perkebunan. Sekolah rakyat yang kelas V biasa disebut sekolah angka dua.


Sekolah rakyat kelas III yang berada di desa disebut sekolah desa. Yang ada sekolah desa ialah : Patikraja, Sidabowa, Pegalongan, Kedungwuluh Kidul, Sawangan, Teluk saja. Lain desa belum semuanya ada. Muridnya dicari secara aktif yang dilakukan oleh pamong desa setempat. Umumnya anak-anak desa tidak mau bersekolah, karena segan atau takut kepada orang Belanda dan lagi umumnya membantu pekerjaan orang tua sehari-harinya. Ada yang menggembala ternak, mencari kayu bakar, merumput, mengasuh adik-adiknya sementara orang tuanya bekerja di sawah atau mencari nafkah lainnya.

Karena keuletan para pamong desa dengan cara yang menarik, antara lain segala alat tulis menulis akan diberi misalnya sabak yaitu alat untuk ditulisi dibuat dari batu yang tipis berbingkai selebar 44 x 60 cm, dan grip yaitu alat untuk menulis pengganti pensil dibuat dari batu pula. Kebetulan setiap tahun ajaran baru jatuh pada bulan Syawal sehabis hari raya Idul Fitri tadi. Sehingga anak-anak yang berumur diatas 6 th bisa sekolah dengan berbusana lengkap. Anak laki-laki memakai jas atau baju cina bercelana kolor pendek. Kepalanya dicukur gundul. Dengan motifasi kepala gundul apalagi dahinya mengkilap menandakan bahwa anak/murid tadi anak cerdas atau pandai di kelasnya. Bagi anak wanita mengenakan kain setinggi lutut bagi yang masih kecil dan setinggi mata kaki bagi yang dewasa, berbaju kebaya bagi gadis dewasa dan kebaya kuthung bagi yang masih kecil.


Kenyataannya yang mau sekolah hanya mereka yang mempunyai rasa malu, yaitu mereka yang harus mengenakan baju dan kain.celana. Untuk memudahkan cara mengharuskan anak-anak masuk sekolah. Ada cara unik. Yaitu apabila seorang anak , sudah dapat menggapai sampai ujung daun telinga sebelah kiri dengan melingkarkan tangan kanannya di atas kepala, menandakan bahwa anak tersebut sudah masanya masuk sekolah.
Bagi yang mampu banyak yang melanjutkam sekolahnya ke Purwokerto kebanyakan masuk ke sekolah swasta. Karena sekolah Belanda tidak mudah memasukkan anak-anak dari kalangan rakyat biasa. Setidaknya harus anak-anak pegawai Belanda atau anak Asistenan dan anak para Mantri, yaitu orang pribumi yang bekerja pada Kantor Pemerintah.




Di Purwokerto baru ada sekolah untuk sinyo-sinyo Belanda yaitu HS (sekolah rendah Belanda), MULO setara dengan SMP untuk sinyo-sinyo dan Normal School yaitu Sekolah Guru yang berasal dari SR ditambah 1 tahun lagi. VO (Vervoiles Ondeways) yaitu kursus guru kilat yang menamatkan Guru Bantu (guru Kwikling) dan OVO (diatas VO). Selain itu ada juga sekolah yang didirikan untuk anak-anak perempuan yang naik kelas 4 untuk diberi pelajaran kewanitaan sesuai dengan emansipasi wanita yang dipelopori oleh R.A Kartini, yaitu sekolah kartini. Dari tokoh pendidikan juga menyelenggarakan sekolah swasta untuk menampung minat anak-anak yang tidak dapat diterima pada sekolah Belanda antara lain Arjuna School (SLTP), Taman Dewasa, Mambaul ulum (setara dengan MadrasahTsanawiyah).



Para pendahulu kita yang menuntut ilmu pada sekolah Belanda dan sekolah swasta hampir di setiap desa dalam wilayah Asistenan Patikraja ada tokoh-tokoh, antara lain :

1. DARI KALANGAN PENDIDIK/GURU

Desa Notog :


Bpk. Sukardi Joyowidagdo, pensiun zaman Belanda.
Bpk. Kesruh, gugur pada Perang Kemerdekaan 1948.
Bpk. Arwan, pensiun tahun 1950.
Bpk. Mingan, tokoh Muhammadiyah pension 1960.

Desa Patikraja :

Ibu Sarinah, pensiun tahun 1950.
Bpk Atam, pensiun tahun 1969.
Ibu Rikem, pensiun tahun 1965

Desa Pegalongan :

Bpk. Nilam, pensiun tahun 1946.
Bpk. Rus Atmosuwito, pensiun tahun 1961.
Bpk. Raslam, tokoh politik.
Bpk. Kartam.
Bpk. Wartam.
Bpk. Sahir Wongsomiharjo.

Desa Sokawera :

Bpk. Nursam.

Desa Kedungrandu :

Bpk. Mohamad.
Bpk. Diran, pensiun tahun 1960.
Bpk. Tiswan, pensiun tahun 1959.

Desa Sidabowa :

Bpk. Kaswadi, seangkatan dengan Bpk Sukardi
Bpk. H. Samsi.
Bpk. Diro Sepuh.

Desa Karanganyar :

Bpk. Kiswan, pensiun tahun 1959.

Desa Sawangan :

Bpk Nirkam, pensiun tahun 1949.

SR V dan SR III berada dalam daereh Onder Distrik Patikraja termasuk dalam Distrik Banyumas, di bawah pengawasan School Opsiner (Pengawas Sekolah).




2. DARI KALANGAN PEGAWAI KOLONIAL BELANDA.

Desa Notog :


Bpk. Harjowarsono, Kepala Kantor Pajak Tanah (Landrete).
Bpk. Kastudjan Harjosewoyo, Mantri Ukur Landrete.
Bpk. Sukirwan, Masinis KA Kl. I pada KA SS.
Bpk. Sangid Sastrorejo, Kondektur SDS.
Bpk. Kidam Wiryosumarto, Kondektur SDS.
Bpk. R. Siswowardoyo, Mantri Ukur Landrete.
Bpk. Parman Rejosuwito Breden, Asistenan pensiun tahun 1955.
Bpk. M. Sena Asistenan, Wedana Belanda tahun 1947 - 1950.
Bpk. Wiryoharsono, Klerek Asistenan pensiun tahun 1954.
Bpk. Ronomiharjo, Kepala Pegadaian pensiun tahun 1954.

Desa Patikraja :


Bpk. Tirtadimeja, Pegawai kehutanan (Boswesen).
Bpk. Wiryoatmojo, Carik Desa.
Bpk. Wiryosukarto, Sekater Pegadaian.
Bpk. Salamun, agen Bank BRI

Desa Pegalongan :


Bpk Kartoatmojo, Kondektur SDS.

Desa Kedungrandu :

Bpk. Ranameja, Pengawas Rel Keretapi SDS (Bandsekower)
Bpk. Singawireja, Serdadu Kompeni.
Bpk. Muryana, Opas Pabrik Tebu.

3. DARI KALANGAN POLISI MILITER :


Desa Notog :

Bpk. Kisworo, Eks. Komandan Kodim dan Ketua DPRD Bms.
Bpk. H. Kartosuwarno, Eks Mayor Purn (Juru Potret Istana).
Bpk. Daryo, Eks Lettu, pensiun Dinas PDK Prop. Jateng.
Bpk. Munandar, Peltu Purn. (Saksi sejarah pertempuran 10 November 1945 Sektor Wonokromo Surabaya.)
Bpk. Dirwoto, Kapt. Purn. Kesdam Diponegoro.
Bpk. Talim, Eks Heiho.
Bpk. Ranusumarto, Agen Polisi Purn pensiun tahun 1960

Desa Patikraja :


Bpk. Masngud Suwandi, Veteran RI, Eks. Tentara Heiho.
Bpk. Mayor Purn Suwargo, Eks PETA.
Bpk. Nasan Purn. Polri. Bpk. Supeno, Eks Kadet AL, Purn Polri.
Bpk. Aksan Purn Polri. Bpk. Tejo Suparyo, Lettu Purn.
Bpk. Saman, Eks Heiho/PETA.
Bpk. Sarjo, Angkatan 45 gugur di Tumiyang Desa

Kedungwuluh Kidul :


Bpk. Mohamad Bahrun, Brigjen Purn. Eks. Dan. Div. IV Diponegoro.
Bpk. Mayoor Taram.
Bpk. Tarsam Hadisudamo, Eks Heiho di Birms

Desa Sawangan :

Bpk. Tukiman, Kapolsek Pertama di Patikraja.




Selain nama-nama tokoh tersebut tadi kemungkinan besar masih ada yang belum tercantum :
-Pertama untuk mencari keluarga almarhum kebanyakan berada di luar daerah,
-Kedua mungkin terdapat pada Lampiran Nama Veteran di halaman tersendiri

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar